BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerbau merupakan hewan
asli Afrika dan Asia, termasuk salah satu hewan liar (primitif) dari famili
Bovidae. Ternak kerbau dijinakkan (domestikasi) lebih kurang 5.000 tahun yang
lalu. Penjinakan ternak kerbau diarahkan pada dua tujuan, yaitu sebagai kerbau perah
atau dairy buffalo (river buffalo), dan kerbau lumpur (swam buffalo).
Pengembangan dan penyebaran kerbau perah terdapat di wilayah India, Eropa Barat
dan Mesir, Sementara perkembangan kerbau lumpur (swam buffalo) diarahkan di
kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kerbau hasil penjinakkan dikenal
dengan nama kerbau piara (Bos babulus vulgaris). Kerbau piara ini menyebar ke
Afrika, Asia Selatan, Eropa Selatan dan Amerika Utara yang kemudian populer
disebut.
Kerbau (Buballus buballis)
merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Meskipun kerbau belum banyak mendapatkan perhatian dari
segi pemeliharaannya, akan tetapi kerbau merupakan salah satu ternak lokal yang
memiliki sejumlah keunggulan dan memberi banyak manfaat khususnya bagi petani
dan peternak. Selain dipelihara sebagai ternak potong dan penghasil susu.,
kerbau terutama digunakan untuk membajak sawah dan menarik gerobak. Bagi
masyarakat nusantara seperti: Minangkabau,Batak, Jawa, Toraja dan Sumbawa,
kerbau memiliki nilai sosial dan budaya yang penting. Ternak kerbau yang ada
sekarang menurut asal usulnya berasal dari Bubalus arnee (India). Di tempat
asalnya, ternak kerbau ditemukan sebagai hewan liar yang hidup di rawa-rawa dan
hutan hutan berumput. Perkembangan selanjutnya, ternak kerbau menyebar ke Asia
dan Afrika. Dengan demikian, maka diperlukan untuk mengetahui klasifikasi dari
ternak asli dan ternal lokal yang ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui
klasifikasi dari ternak asli dan lokal yang ada di Indonesia ?
1.3 Manfaat
Untuk mengetahui
klasifikasi dari ternak asli dan lokal yang ada di Indonesia
BAB II. PEMBAHASAN
Negara Indonesia adalah
negara agraris, sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup dari pertanian.
Keberadaan ternak kerbau bagi masyarakat di pedesaan sangat berperan dalam membantu
membajak sawah atau lahan pertanian dan tenaga untuk menarik gerobak/pedati.
Potensi kerbau sebagai ternak kerja merupakan kehendak alam. Kehidupannya
menyukai air, sehingga sangat cocok dipekerjakan di daerah pertanian berlumpur.
Tenaga kerbau amat kuat, teracak bagian belakang tumbuh agak baik sehingga
memudahkan kakinya masuk lebih dalam kedalam lumpur. Kemampuan membajak tanah
sawah dalam tempo 6,5 hari/ha, dan 10 hari/ha pada tanah kering, ladang
pertanian. Karena hewan ini termasuk
hewan aquatik, berkulit hitam, rendahnya daya tahan dari sengatan matahari
merupakan suatu hambatan yang perlu diperhitungkan. Dengan demikian perlu
pengaturan waktu untuk penggunaan kerbau sebagai tenaga kerja dalam hal
pengolahan tanah (membajak). Penggunaan kerbau
dianjurkan pada pagi hari antara pukul 07.00– 11.00 dan sore hari antara
pukul 15.00–18.00 ( Rukmana, 2003).
Kerbau yang ada sekarang
ini digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu kerbau lumpur atau kerbau rawa
(Swamp Buffalo) dan kerbau sungai atau kerbau air (River Buffalo). Penggolongan
ini didasarkan kepada tempat kebiasaan hidup (habitat) kerbau tersebut. Kerbau
yang ada di Indonesia pada umumnya adalah jenis kerbau lumpur. Kerbau lumpur
(Swamp type) Asia Tenggara banyak terdapat di Negara Vietnam, Kamboja,
Thailand, Philipina, Malaysia dan Indonesia. Khusus di Indonesia sendiri
dijumpai beberapa galur kerbau lumpur seperti kerbau Belang atau Tedong Bonga
di Tana Toraja (Sulawesi Selatan). Kerbau Murrah banyak diternakkan di daerah
sekitar Medan oleh beberapa pekerja perkebunan dan bekas pekerja perkebunan
yang didatangkan dari India selama masa penjajahan Belanda.
2.1 Ternak Asli di Indonesia
a.
Kerbau Toraya
Kerbau
Toraya merupakan kerbau lumpur yang sudah sejak lama dikembangkan secara
turun-temurun oleh masyarakat di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Karakteristik
dari kerbau Toraya adalah sebagai berikut :


1) ukuran permukaan
tubuh: tinggi pundakjantan: 127,1±2,6 cm dan betina: 125,1±2,6 cm. Panjang
badan jantan: 140,1±8,7 cm dan betina: 121,3±2,3 cm, lingkar dada jantan:
200,3±5,4 cm dan betina: 190,3±5,4 cm.
2) bobot badan : Jantan: 350-685 kg. Betina: 337-547 kg.



b.
Kerbau Kalimantan Timur
![]() |
Gambar kerbau Kalimantan Timur
Kerbau
Kalimantan Timur merupakan salah satu rumpun kerbau asli Indonesia yang Wilayah sebaran asli geografis yaitu sepanjang hulu sungai Mahakam,
Kabupaten Kutai,Provinsi Kalimantan Timur. Kerbau
Kalimantan Timur dibawa dari Kelantan betian kutai barat pada tahun 1928, dan
disebarkan di Kabupaten
Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Karakteristik dari kerbau Kalimantan timur
diantaranya yaitu :
a. sifat kualitatif(dewasa)
Warna tubuh kerbau
Kalimantan Timur dominan
berwara hitam
keabu-abuan, mukanya
berbentuk lonjong, tanduk setengah melingkar seperti bulan
sabit.
b. sifat kuantitatif (dewasa) :
Ukuran permukaan tubuh:tinggi pundak jantan 118±3,55 cm, dan betina 124±4,52 cm; panjang badan jantan 117±3,40 cm, dan betina 130±3,59 cm; lingkar dada jantan 182±4,59 cm, dan betina 185±3,74 cm. Bobot badan jantan 570±5,20 kg, dan betina 502±6,50 kg.
c. sifat reproduksi :
Umur kawin pertama yaitu 2,5 tahun, umur beranak pertama yaitu 4,3 tahun, angka kelahiran yaitu 30-60 %, siklus berahi yaitu 20-28 hari, lama berahi yaitu 12-36 jam, lama bunting yaitu 315-335 hari.
d. daya adaptasi : Baik.
2.2 Ternak Lokal di Indonesia
a.
Kerbau Pampangan
![]() |
Gambar kerbau Pampangan
jantan

Gambar kerbau
Pampangan betina
Kerbau rawa atau kerbau pampangan di
Kecamatan Pampangan dan daerah lain di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI],
termasuk di Kabupaten Ogan Ilir dan Banyuasin, Sumatera Selatan, diperkirakan
berasal dari India, yang kali pertama diternakkan di Dusun Kuro. Kerbau ini diternakkan untuk
menghasilkan susu yang kemudian diolah menjadi puan [fermentasi susu dan gula]
yang hingga saat ini masih dikonsumsi masyarakat Palembang.Di masa Kesultanan Palembang, sekitar
awal abad ke-19, sejumlah kerbau ini bersama para pengembalanya didatangkan
dari India. Setibanya di Palembang, kerbau-kerbau tersebut dibawa ke Pulau
Kuro, dipelihara agar menghasilkan susu. Susu diolah menjadi puan [fermentasi
susu kerbau dan gula], yang merupakan makanan mewah di istana Kesultanan
Palembang, masa ituKuro merupakan dusun tertua di sini. Hampir semua masyarakat
yang memelihara kerbau rawa di OKI, Ogan Ilir (OI) maupun Banyuasin, berasal dari Kuro.
Ciri-ciri dari kerbau pampangan diantaranya
adalah sebagai berikut:
Ø kepala hitam,
Ø leher bagian bawah bewarna putih
membentuk setengah lingkaran,
Ø tubuh dominan hitam. Sementara,
Ø mukanya segitiga pendek agak cembung, memiliki ruang dahi lebar, dan
Ø tanduknyapendek, melingkar ke
belakang arah dalam.
Kerbau-kerbau ini kemudian berkembang
biak, menyebar ke sejumlah wilayah lain di sekitar Pulau Kuro. Atau, pulau lain
yang kini terbagi dalam Kecamatan Pampangan dan Pangkalan Lampam di Kabupaten
OKI, serta Kecamatan Rambutan di Kabupaten Banyuasin. Sebagian juga, bahkan
dipelihara warga di Tulungselapan atau di Kabupaten Ogan Ilir.Tercatat, sekitar
2.100 ekor berada di Kecamatan Pampangan dan Pangkalan Lampam. Sementara
populasi di Sumatera Selatan keseluruhan diperkirakan mencapai 5.000 ekor.
Ribuan kerbau ini digembala di kawasan rawa gambut yang mengelilingi
pulau-pulau tersebut.Di derah lain mungkin memelihara kerbau bertujuan ekonomi
semata. Tapi bagi kamimasyarakat Kuro, Bangsal, dan Mengris yang berada di
Pulau Kuro memelihara kerbau sebagai simbol keluarga. Artinya, kerbau akan
dijual jika si pemiliknya benar-benar butuh uang seperti mau menyekolahkan atau
menikahkan anak. Pendapatan hanya melalui produksi susu. Kalau dijual,
tergantung berat, kisaran Rp15-20 juta per ekor.
Seiring dengan makin
meningkatnya permintaan daging, spesies asli itu mulai
didampingkan dan dipelihara bersama dengan spesies lainnya. Kondisi itu
mengakibatkan populasi kerbau pampangan semakin menyusut kendati populasi
kerbau secara keseluruhan cenderung berkembang. Kerbau Pampangan dipelihara
secara tradisional, yaitu pada malam hari dikandangkan secara berkelompok,
sedangkan pada siang hari dilepas-gembalakan di daerah rawa-rawa. Populasi
ternak ini dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Ada tiga faktor yang menyebabkan penurunan
populasi ternak kerbau pampangan ini yaitu :
1) managemen pemeliharaan yang belum mendukung
produktivitas ternak yang optimal,
2) ketersediaan pejantan yang kurang memadai, dan
3) terjadinya pengurasan ternak yang berlebihan.
b.
Kerbau Sumbawa
![]() |
Gambar
kerbau Sumbawa
Kerbau sumbawa merupakan salah satu rumpun kerbau
lokal Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Pulau Sumbawa,
Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan telah dibudidayakan secara turun-temurun,
mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan
adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan.Kerbau sumbawa mempunyai ciri
khas yang berbeda dengan rumpun kerbau lumpur atau kerbau lokal lainnya dan
merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang perlu dilindungi
dan dilestarikan. Ciri-ciri tersebut seperti : Warna tubuh dan Kepala dominan
abu-abu sampai hitam, warna rambut kemerahan sampai abu-abu gelap, warna tanduk bening
kekuningan sampai hitam, bentuk tubuh kompak dengan kaki relatif agak pendek,
tanduk jantan dan betina bertanduk besar melengkung mengarah ke samping dan ke
belakang.Kerbau Sumbawa memiliki ukuran permukaan tubuh : tinggi pundak
:114,2±4,9 cm (jantan) dan 115,3±12,9 cm (betina); panjang badan : 129,3±11,1
cm (jantan) dan 132,5±9,7 cm (betina); lingkar dada : 171,7±9,1 cm (jantan) dan
180,7±31,6 cm (betina); bobot badan : 352,5±48,7 kg (jantan) dan 379,8±44,1kg
(betina); persentase karkas : 50%. Sifat reproduksi Kerbau Sumbawa: untuk kesuburan induk:
78,92%; angka kelahiran: 77,8%; umur pubertas : 24 – 36 bulan; siklus berahi:
21 – 23 hari; lama bunting: 10 bulan. Sedangkan,sifat produksi: produksi susu: 1 – 3 liter/ekor/hari; masa
laktasi: 250 hari; daya adaptasi baik. Serta, daya tahan penyakit : cukup baik.
Kerbau di Pulau Sumbawa selain
digunakan sebagai tenaga kerja juga dimanfaatkan untuk wisata yaitu Karapan
Kerbau yang mana setiap tahun diadakan karapan kerbau dan sudah menjadi ikon
pariwisata Pulau Sumawa. Populasi kerbau Sumbawa perkembangannya dari tahun ketahun cenderung
menurun.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan populasi
ternak kerbau Sumbawa ini yaitu :
1) managemen pemeliharaan yang belum mendukung produktivitas
ternak yang optimal,
2) ketersediaan pejantan yang kurang memadai,
3) terjadinya pengurasan ternak yang berlebihan,
4) Berkurangnya luasan padang pengembalaan umum akibat
penguasaan lahan oleh oknum yang tidak bertangung jawab,
5) Adanya kecendrungan masyarakat untuk menganti ternak
kerbau mereka dengan sapi,
6) Sumber daya manusia petani yang masih relatif kurang
(lemah), 7) Kelembagaan kelompok masih relatif lemah dan 8) masih tingginya
kasus penyakit hewan di Pulau Sumbawa.
Maka untuk mempertahankan keberadaan
kerbau Sumbawa perlu dilakukan langkah-langkah yang strategis dalam upaya
keberlangsung pengembangan Kerbau Sumbawa di Pulau Sumbawa Provinsi NTB.
Strategi tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pengelompokan atau
pewilayaan pengembangannya kegiatan yaitu kegiatan di hulu, budidaya (on farm)
dan kegiatan di hilir.
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kerbau (Buballus buballis) merupakan salah satu ternak
ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Kerbau di
Indonesia digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu kerbau asli Indonesia dan kerbau
lokal Indonesia. Kerbau asli Indonesia misalnya kerbau Toraya dan kerbau
Kalimantan Timur, sedangkan kerbau lokal Indonesia misalnya kerbau Pampangan
dan kerbau Sumbawa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Kerbau-Kalimantan-Timur.http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id
(26 Oktober 2019)
Anonim.Kerbau-Pampangan.http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id
(25 Oktober 2019)
Anonim.Kerbau-Toraya.http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id
(26 Oktober 2019)
Anonim.Mengenal-Kerbau-Sumbawa.https://disnakkeswan.ntbprov.go.id
(23 Oktober 2019)
Anonim.Plasma-Nutfah-Kerbau-Pampangan.http://sumsel.litbang.pertanian.go.id
(25 Oktober 2019)
Komentar
Posting Komentar